SEJARAH DATUK DAENG ( PANGERAN H.DAUD ) DAN KAMPOENG POELO
Ente - ente udah pernah lihat Makam yang di pakaikan kelambu dekat Kober/ TPU belakang Yayasan Wisma Yakif / Ged.Astra Isuzu di Jl. Boencit ry... atau Makam yang posisi kiblat batu nisannya agak miring .
Berikut adalah sepenggal cerita yang mungkin berhubungan dengan adanya makam tersebut di Kampoeng Poelo.
Berikut adalah sepenggal cerita yang mungkin berhubungan dengan adanya makam tersebut di Kampoeng Poelo.
Awal kisah berawal pada tahun 1619, Syech Maulana Hasanuddin bin Syech Waliyullah
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang berkedudukan di Cirebon,
mengirim pasukan bala bantuan dari Sulawesi Selatan sebanyak 6.000
perahu untuk mempertahankan Kerajaan Jayakarta di Betawi. Terdiri dari datuk-datuk pejuang pilihan.
Namun sayang sekali pada tanggal 10 Maret 1619 Pasukan Jan Pieterszoon Coen menyerang Kerajaan Jayakarta sampai luluh lantak hancur lebur seluruhnya, sehingga Pangeran H. Daud (Datuk Daeng) sebagai Hulubalang mengundurkan diri kearah selatan, masuk hutan keluar hutan belantara. Akhirnya tiba di Kampoeng Poelo dengan beberapa anak buahnya yang turut serta keluar hutan , Datuk Na'at, Datuk Sipin, Datuk Mudin, dll.
Pangeran H. Daud bersama Datuk Sipin tersesat di hutan di tengah Kampoeng poelo , beliau dan rekan2nya bertemu dengan Pak Amat seorang guru ngaji Qur'an dan oleh pak Amat di ajak bersama-sama mengikutinya. Pak Amat mempunyai anak gadis remaja bernama si Putu; anak seorang Tionghoa yang diadopsi Pak Amat sejak masih merah (bayi), Orang Tionghoa itu Baba Chun Hin, pedagang Kelontong di Pasar Minggu. Sedangkan Pasukan Pangeran Jayakarta yang lain turut/singgah ke Jatinegara Kaum, atau Klender.
Karena Pangeran H. Daud memang ahli Al-Qur'an , maka murid Pak Amat bertambah banyak dan maju, maka lama-lama Pangeran H. Daud dikawinkan dengan si Putu ( anak gadisnya ), baru saja beberapa tahun menetap, beberapa orang utusan dari Sulawesi datang menjemputnya untuk diajak kembali ke Sulawesi Selatan. Beliau akan diangkat menjadi Raja disana, tapi Pangeran H. Daud sudah kerasan (betah) lagi pula murid-muridnya sudah banyak, maka ia menolak pulang kembali ke Sulawesi.
Akhirnya adiknya yang bernama Pangeran Wiraguna terpaksa datang untuk mengajak pulang ke Sulawesi, tapi beliau tetap menolak, Jadi sejak saat itu Pangeran H. Daud mengembangkan Agama Islam di Kampoeng Poelo , maka pada tahun 1720 tak heran kalau nama Pasar Minggu sudah dikenal kemana-mana. Sampai putra dari Pangeran H. Daud dikirim ke Kairo untuk memperdalam Agama Islam, dalam beberapa tahun disana, namun sekembalinya dari sana beliau menumpang kapal layar, kebetulan ada angin topan yang luar biasa, akhirnya kapal itu berlabuh di Pelabuhan Ratu, makanya beliau menetap disalah satu tempat di Bandung Selatan, karena penduduknya ketika itu sebagian kurang sejahtera/miskin maka dinamakan Sukamiskin.
Dan Putra Pangeran H. Daud yang kedua namanya H. Achmad yang sempat juga belajar di Kairo Mesir, cuma tidak tercatat berapa lama disana, dan adiknya yang bernama Ateng pindah ke Kelender ( Klender) . Jadilah yang bertahan lama di Kampung Pulo adalah H. Achmad dan seorang perempuan bernama Rohma.
Namun sayang sekali pada tanggal 10 Maret 1619 Pasukan Jan Pieterszoon Coen menyerang Kerajaan Jayakarta sampai luluh lantak hancur lebur seluruhnya, sehingga Pangeran H. Daud (Datuk Daeng) sebagai Hulubalang mengundurkan diri kearah selatan, masuk hutan keluar hutan belantara. Akhirnya tiba di Kampoeng Poelo dengan beberapa anak buahnya yang turut serta keluar hutan , Datuk Na'at, Datuk Sipin, Datuk Mudin, dll.
Pangeran H. Daud bersama Datuk Sipin tersesat di hutan di tengah Kampoeng poelo , beliau dan rekan2nya bertemu dengan Pak Amat seorang guru ngaji Qur'an dan oleh pak Amat di ajak bersama-sama mengikutinya. Pak Amat mempunyai anak gadis remaja bernama si Putu; anak seorang Tionghoa yang diadopsi Pak Amat sejak masih merah (bayi), Orang Tionghoa itu Baba Chun Hin, pedagang Kelontong di Pasar Minggu. Sedangkan Pasukan Pangeran Jayakarta yang lain turut/singgah ke Jatinegara Kaum, atau Klender.
Karena Pangeran H. Daud memang ahli Al-Qur'an , maka murid Pak Amat bertambah banyak dan maju, maka lama-lama Pangeran H. Daud dikawinkan dengan si Putu ( anak gadisnya ), baru saja beberapa tahun menetap, beberapa orang utusan dari Sulawesi datang menjemputnya untuk diajak kembali ke Sulawesi Selatan. Beliau akan diangkat menjadi Raja disana, tapi Pangeran H. Daud sudah kerasan (betah) lagi pula murid-muridnya sudah banyak, maka ia menolak pulang kembali ke Sulawesi.
Akhirnya adiknya yang bernama Pangeran Wiraguna terpaksa datang untuk mengajak pulang ke Sulawesi, tapi beliau tetap menolak, Jadi sejak saat itu Pangeran H. Daud mengembangkan Agama Islam di Kampoeng Poelo , maka pada tahun 1720 tak heran kalau nama Pasar Minggu sudah dikenal kemana-mana. Sampai putra dari Pangeran H. Daud dikirim ke Kairo untuk memperdalam Agama Islam, dalam beberapa tahun disana, namun sekembalinya dari sana beliau menumpang kapal layar, kebetulan ada angin topan yang luar biasa, akhirnya kapal itu berlabuh di Pelabuhan Ratu, makanya beliau menetap disalah satu tempat di Bandung Selatan, karena penduduknya ketika itu sebagian kurang sejahtera/miskin maka dinamakan Sukamiskin.
Dan Putra Pangeran H. Daud yang kedua namanya H. Achmad yang sempat juga belajar di Kairo Mesir, cuma tidak tercatat berapa lama disana, dan adiknya yang bernama Ateng pindah ke Kelender ( Klender) . Jadilah yang bertahan lama di Kampung Pulo adalah H. Achmad dan seorang perempuan bernama Rohma.
Sumber ( http://pulokalibata.blogspot.com/search?).
Konon Makam keramat tersebut adalah kuburan salah satu dari Datuk-datuk dari sulawesi yang datang ke Kampoeng poelo atau Makam Datuk Daeng sendiri , kita tidak tahu ???.
Karena sampai saat ini belum ada sesepuh kampung atau warga asli Kampoeng Poelo yang tahu persis sejarahnya kebenaran makam tsb, termasuk saya .
Akhir kata, kalau ada kekurangan dan kesalahan mohon di maafkan dan di koreksi.
Semoga bermanfaat ....
Jgn lupa untuk "commentnya"...yach
Karena sampai saat ini belum ada sesepuh kampung atau warga asli Kampoeng Poelo yang tahu persis sejarahnya kebenaran makam tsb, termasuk saya .
Akhir kata, kalau ada kekurangan dan kesalahan mohon di maafkan dan di koreksi.
Semoga bermanfaat ....
Jgn lupa untuk "commentnya"...yach
+ komentar + 9 komentar
http://alwishahab.wordpress.com/2008/01/28/jejak-pangeran-wiraguna/
Alhamdulilah ni ketemu sejarahnya. Saya dari Lenteng Agung. Turunan H. Amat bin Sairan. Pernah dua kali menghadiri pertemuan halal bi halal di Depok dan kampung Pulo. Waktu di Depok ada yang ceramah pake bahasa sunda. Saya jadi paham setelah baca sejarah tsb. Saya berharap ada pertemuan lagi kapan ya
Salam kenal bang Manan saya Zainuri /Zuhri orang rt.06 anak pok Nanak binti H.Hasan Bin Kontong bin Sulaiman kapan kapan sharing yuk bang kayaknya cerita Abang mengenai sejarah di Depok perlu kita jadi bahan ngopi kita nih ini no WhatsApp saya 085714343235
Ini yang nulis siapa ya? Saya org pulo rt 007
Alhamdulillah jadi tau sejarah leluhur, salam kenal buat saudara2 semua dari kami keluarga sukamiskin Bandung. Trmksh
Assalamu'alaikum Wr Wb
Abang..
kenalin aye M. Isnaini Hamid Bin Alm H.Abd.Hamid Bin Muhammad. Ibu saye Hj.Maria Ulfah Binti Alm.H.Izzi Bin Amat yang beristrikan bernama Nonna anak dari Syarifah yang ibu nya bernama Rohmah anak dari Datuk Daeng. saye tinggal di Rt 09 Kalibata Pulo.
Alhamdulillah bisa silaturrahmi..
Saya ipung nm aslinya Saipul Anwar bin alm Abd.Rosyid bin alm H.Madinah (kong Endin) bin Mugni yg beristrikan alm Rosada (nyak ros) bin kontong...
Skr sy tinggal di Pitara Depok blkg Masjid Attaqwa dkt Ust. Nurasik...
Salam kenal dr saye.
Wahyudi bin Misbah bin H Muhammad bin H najihun
Assalamualaikum, Salam kenal saya A. Muhammad (AMA) H. Munir, sekarang saya yg tinggal dipitara depok, yg dulu tempat pertemuan halal bi halal.
Posting Komentar